"Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya - Ef 5:25"
Banyak suami sangat senang membaca ayat Efesus 5:22 secara sepihak. "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan", menjadikan para suami berlaku sangat absolut dalam keluarga, dan seorang istri tidak lagi punya hak apapun. Padahal, para suami pun punya kewajiban, yang justru sangat krusial dan penting, yaitu mengasihi istrinya seperti halnya Yesus mengasihi jemaat, dan mengorbankan nyawaNya bagi kita semua.
Perjalanan pernikahan kami baru mencapai usia satu bulan, satu minggu dan enam hari. Dalam perjalanan yang masih sangat singkat itu, kami masih mencoba menyesuaikan diri dalam sebuah hidup baru, dimana kami saat ini tidak lagi dua, melainkan satu. Meskipun masa pacaran kami lalui sekitar 7 tahun, dimana harusnya orang sudah saling mengenal sangat dalam, tapi perubahan suasana dan kondisi mengharuskan kami tetap mencari bentuk hubungan yang paling harmonis, bagaimana menyatukan pandangan, keputusan, atau kasarnya, ego masing2. Satu hal yang pasti, kami punya pegangan firman Tuhan.
Ayat diatas menjadi sebuah syarat mutlak bagi saya pribadi, ketika saya memutuskan untuk mengakhiri hidup lajang dan menikahi istri saya sekarang. Saya tahu benar, ketika Tuhan menghendaki para istri untuk tunduk kepada suami mereka seperti kepada Tuhan, itu bukan berarti bahwa suami punya kesempatan untuk menindas istri mereka. Tidak ada opsi bagi pria manapun untuk menindas wanita dalam kehidupan Kekristenan. Justru suami harus mengasihi istri, seperti Yesus Kristus mengasihi jemaat. Artinya, Tuhan menghendaki para suami mengasihi istri dalam suatu kasih yang unconditional. Ketika sang istri tunduk, maka suami harus selalu siap memikirkan apa yang terbaik bagi istrinya, dan juga anak2nya. Bahkan jika harus merelakan nyawa sekalipun. Suami juga harus mampu menjadi imam, menjaga keluarganya untuk senantiasa takut akan Tuhan, dan menciptakan kehangatan dalam rumah tangga. Betapa indahnya sebuah keluarga jika hal ini berjalan dalam sebuah keluarga.
Pernikahan,seperti halnya hidup, adalah sebuah proses. Saya termasuk orang yang masih dalam proses, dan akan terus berproses untuk meneladani kasih Kristus bagi kita semua. Dalam kondisi apapun, bagaimanapun, saya tahu bahwa saya harus memiliki unconditional love (agape, bukan eros), kasih tanpa batas, terhadap istri saya, atau saya tidak akan memutuskan untuk menikah sejak awal. Dalam perjalanannya, saya juga tahu bahwa berbagai krikil atau batu sandungan akan terus datang, tapi yakinlah, jika seseorang berpegang teguh pada Tuhan, mengijinkan Roh Kudus berkarya dalam hidup kita, membiarkan tangan Tuhan menuntun kita, maka berbagai kerikil dan batu sandungan itu tidak akan mampu menghentikan sebuah proses kasih. Semoga proses pembentukan kasih tanpa batas ini juga dapat memberi berkat bagi orang2 disekitar kami, dan jadi sebuah kesaksian bahwa hidup dengan Kristus memang luar biasa indahnya.
Kepuasan tertinggi bagi istri adalah ketika suaminya mencintainya dengan sepenuh hati dan tanpa batas. Siapkah anda menjadi suami sejati?
Sumber : http://renungan-harian-online.blogspot.com
Banyak suami sangat senang membaca ayat Efesus 5:22 secara sepihak. "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan", menjadikan para suami berlaku sangat absolut dalam keluarga, dan seorang istri tidak lagi punya hak apapun. Padahal, para suami pun punya kewajiban, yang justru sangat krusial dan penting, yaitu mengasihi istrinya seperti halnya Yesus mengasihi jemaat, dan mengorbankan nyawaNya bagi kita semua.
Perjalanan pernikahan kami baru mencapai usia satu bulan, satu minggu dan enam hari. Dalam perjalanan yang masih sangat singkat itu, kami masih mencoba menyesuaikan diri dalam sebuah hidup baru, dimana kami saat ini tidak lagi dua, melainkan satu. Meskipun masa pacaran kami lalui sekitar 7 tahun, dimana harusnya orang sudah saling mengenal sangat dalam, tapi perubahan suasana dan kondisi mengharuskan kami tetap mencari bentuk hubungan yang paling harmonis, bagaimana menyatukan pandangan, keputusan, atau kasarnya, ego masing2. Satu hal yang pasti, kami punya pegangan firman Tuhan.
Ayat diatas menjadi sebuah syarat mutlak bagi saya pribadi, ketika saya memutuskan untuk mengakhiri hidup lajang dan menikahi istri saya sekarang. Saya tahu benar, ketika Tuhan menghendaki para istri untuk tunduk kepada suami mereka seperti kepada Tuhan, itu bukan berarti bahwa suami punya kesempatan untuk menindas istri mereka. Tidak ada opsi bagi pria manapun untuk menindas wanita dalam kehidupan Kekristenan. Justru suami harus mengasihi istri, seperti Yesus Kristus mengasihi jemaat. Artinya, Tuhan menghendaki para suami mengasihi istri dalam suatu kasih yang unconditional. Ketika sang istri tunduk, maka suami harus selalu siap memikirkan apa yang terbaik bagi istrinya, dan juga anak2nya. Bahkan jika harus merelakan nyawa sekalipun. Suami juga harus mampu menjadi imam, menjaga keluarganya untuk senantiasa takut akan Tuhan, dan menciptakan kehangatan dalam rumah tangga. Betapa indahnya sebuah keluarga jika hal ini berjalan dalam sebuah keluarga.
Pernikahan,seperti halnya hidup, adalah sebuah proses. Saya termasuk orang yang masih dalam proses, dan akan terus berproses untuk meneladani kasih Kristus bagi kita semua. Dalam kondisi apapun, bagaimanapun, saya tahu bahwa saya harus memiliki unconditional love (agape, bukan eros), kasih tanpa batas, terhadap istri saya, atau saya tidak akan memutuskan untuk menikah sejak awal. Dalam perjalanannya, saya juga tahu bahwa berbagai krikil atau batu sandungan akan terus datang, tapi yakinlah, jika seseorang berpegang teguh pada Tuhan, mengijinkan Roh Kudus berkarya dalam hidup kita, membiarkan tangan Tuhan menuntun kita, maka berbagai kerikil dan batu sandungan itu tidak akan mampu menghentikan sebuah proses kasih. Semoga proses pembentukan kasih tanpa batas ini juga dapat memberi berkat bagi orang2 disekitar kami, dan jadi sebuah kesaksian bahwa hidup dengan Kristus memang luar biasa indahnya.
Kepuasan tertinggi bagi istri adalah ketika suaminya mencintainya dengan sepenuh hati dan tanpa batas. Siapkah anda menjadi suami sejati?
Sumber : http://renungan-harian-online.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar