Berkatalah Simson: "Biarlah kiranya aku mati bersama-sama orang Filistin ini." Lalu membungkuklah ia sekuat-kuatnya, maka rubuhlh rumah itu menimpa raja-raja kota itu dan seluruh orang bayak yang ada di dalamnya. Yang mati dibunuhnya pada waktu matinya itu lebih banyak daripada yang dibunuhnya pada waktu hidupnya.
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 28; Matius 28; Yesaya 9-10
Alkitab mengisahkan beberapa anak yang dipersembahkan kepada Tuhan sejak dari kandungan. Salah satunya Samuel yang sejak lepas minum susu dari ibunya, tinggal di Bait Allah, dan satunya lagi yang dipilih dengan pesan dari malaikat Tuhan, adalah Simson. Simson penuh dengan kuasa Roh Kudus sejak lahir. Nama Simson, berarti sinar mentari, atau sang mentari kecil. Dan benar seperti namanya, sejak dia lahir, dan tumbuh dewasa, dia seperti panas mentari yang membakar musuh-musuhnya dengan sangat dahsyat.
Orang selalu mengenang kisah Simson dengan sedih. Kisah tentang kegagalan. Orang akan mengingat kisahnya yang memalukan karena diperalat oleh seorang pelacur, dan berakhir menjadi seorang badut buta di istana musuh.
Benarkah?
Alkitab tidak mengingat dia seperti itu. Alkitab menulis, "Yang mati dibunuhnya pada waktu matinya itu lebih banyak daripada yang dibunuhnya pada waktu hidupnya." Alkitab mencatat bahwa pertempuran terakhirnya adalah puncak kemuliaannya, tak peduli segala kegagalan dan kekelaman yang dia lewati.
Allah tidak pernah mencap kita sebagai orang gagal. Tak peduli betapa memalukan kegagalan kita. Tak peduli sekali pun semua orang, bahkan saudara-saudara kita mengecam kita, Allah senantiasa memberi kesempatan. Dan itu dibuktikannya lewat Simson. Pertempuran terakhirnya lebih dahsyat dari segala pencapaian seumur hidupnya. Kasih Allah yang seperti mentari abadi, tak pernah pudar dan Dia membuat sang mentari kecil itu juga tidak pudar, bahkan di masa senjanya.
Dalam Tuhan, selalu ada kesempatan kedua, ketiga, dan keempat... selama kita memandang kepadaNya.