-

Kamis, 31 Mei 2012

Perbaikan Dini

Mazmur 90:12
Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 147; Yohanes 7; 2 Samuel 21-22

AIDS adalah salah satu epidemik terbesar di dunia dan kita tidak memeranginya dengan cukup baik karena pada awalnya sering ditutup-tutupi dan dianggap memalukan. Cina baru mau mengakuinya tahun 2002 setelah angka statistik penderitanya yang sangat tinggi. India sempat ngotot kalau penyakit ini hanya diderita pekerja seks komersial dan pelaku seks bebas. Presiden Mbeki dari Afrika Selatan mengatakan pada New York Times bahwa dia tidak pernah kenal seorangpun mengidap AIDS padahal lebih dari 30 juta penduduk Afrika terkena AIDS (HIV positif).

Menurut laporan UNAIDS, badan PBB yang menangani masalah AIDS dan HIV, penyakit ini telah membunuh lebih dari 25 juta orang. Secara global, pada tahun 2007, 46 juta orang hidup dengan HIV. Menurut UNFPA (United Nations Population Fund) pengidap HIV/AIDS bisa mencapai 290 juta orang pada tahun 2050. Dari Depkes Indonesia, lebih dari 2.000 orang meninggal karena AIDS pada tahun lalu. Wabah ini telah memperlambat pertumbuhan ekonomi dan membunuh sumber daya manusia termasuk anak-anak. Coba saja jika masalah ini diakui dan dhtangani dari awal mungkin akibatnya tidak separah ini.

Hal yang sama juga bisa berlaku dengan karakter dan kebiasaan buruk kita. Seringkali kita tidak mau menangani kelemahan kita dengan segera karena menganggapnya cuma sesuatu yang sepele yang bisa ditutup-tutupi. Padahal jika kita mau menanganinya dengan segera, ia akan meminimalisasikan kerusakan hidup yang lebih berat lagi. Banyak kebiasaan buruk dalam pekerjaan seperti kebiasaan datang terlambat, rajin melihat situs porno, korupsi kecil-kecilan, bekerja asal selesai saja, atau sifat yang tidak mau belajar yang jika dibiarkan terus, lama-kelamaan bisa menghancurkan kehidupan, karir maupun keluarga kita.

Lakukan perbaikan sedini mungkin sebelum terlambat.

Rabu, 30 Mei 2012

Pursuit Of Knowledge

Pengkhotbah 12:12
Lagipula, anakku, waspadalah! Membuat banyak buku tak akan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan.

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 146; Yohanes 6; 2 Samuel 19-20

Siapa memiliki pengetahuan, memiliki otoritas. Pertama kali saya mendengar kalimat tersebut dari Peter Drucker, the Father of Modern Marketing. Saya merasa bahwa pengetahuan merupakan suatu hal yang wajib dikejar dalam kehidupan ini. Tidak ada seorang pun ingin menjadi orang yang bodoh karena hampir seluruh posisi strategis dalam dunia usaha dikuasai oleh mereka yang memiliki intelektual tinggi. Tidak heran begitu banyak orang yang rela bekerja dan belajar berjam-jam demi mengejar sesuatu yang disebut pengetahuan, bahkan sekalipun hal tersebut mengorbankan kesehatan dan waktu mereka demi keluarga.

Ketika kita berbicara mengenai pengetahuan, ada kehidupan seorang tokoh yang patut menjadi perenungan dalam hal ini. Raja Salomo merupakan orang yang sangat pandai. Ia menjadi raja dalam usia muda dan menulis banyak buku serta amsal. Namun demikian, pada akhir kehidupannya ia berkata bahwa pengejaran akan pengetahuan adalah sia-sia tanpa hidup takut akan Tuhan. Sebagaimana para ahli Farisi, Salomo juga mengetahui banyak akan kebenaran, namun ia tidak melakukan apa yang diajarkannya tersebut.

Pengetahuan tidak pernah ada batasnya. Saya tidak sedang berbicara bahwa Anda tidak perlu belajar dan terus berusaha menjadi orang yang pandai. Tetapi jauh lebih dalam dari hal itu adalah jangan pernah mengijinkan pengejaran akan pengetahuan menghentikan pengejaran Anda akan pribadi dari Tuhan sendiri.

Intelektual dapat mempesona orang, namun hanya kasih yang mengubah hidup seseorang.

Selasa, 29 Mei 2012

Mahatinggi Tapi Tidak Mahajauh

Mazmur 18:7
Ketika aku dalam kesesakan, aku berseru kepada Tuhan, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 145; Yohanes 5; 2 Samuel 17-18

Saya memiliki beberapa teman yang tampaknya sulit sekali dihubungi saking padat jadwalnya. Entah apa kesibukannya. Setiap kali saya ada perlu dengannya, jauh-jauh hari harus menghubunginya, karena kalau tidak dipastikan tidak ada waktu tersisa untuk bertemu. Pada umumnya, kalau ada orang yang memiliki kedudukan tinggi dan terhormat, maka akses untuk mendekat kepadanya sulit dan birokrasinya panjang. Misalnya mau menemui atasan puncak atau presiden. Begitu pula gambaran para ‘dewa sakti' di kebanyakan cerita mitos kuno. Manusia yang butuh pertolongannya harus menempuh perjalanan yang panjang dan sulit.

Tapi syukurlah, Allah yang kita percayai, meski hidup dan bertahan di sorga yang Mahamulia, tetapi bagi setiap orang yang mencari dan mengandalkan-Nya, Ia adalah Allah yang cukup dekat dan perduli. Sebuah lagu rohani mengatakan "Ia hanya sejauh DOA". Allah kita tidak rumit untuk dihampiri. Entah dari dasar laut atau dari gunung yang tinggi, bahkan dari lembah bayang-bayang maut (Mazmur 139:7-12).

Lantas mengapa beberapa orang merasa Allah sangat jauh dan sulit didekati? Halangan menghampiri Allah, bukan ‘jarak' antara manusia dengan Allah, melainkan SIKAP HATI. Ia selalu benci kepada orang yang tinggi hati, tapi dekat dan berkenan pada semua orang yang rendah hati, dan tahu merendahkan diri ke hadapan-Nya. Jadi dengan sikap hati benar di hadapan-Nya, maka kita dapat menghampiri-Nya.

Allah kita tidak rumit untuk dihampiri.

Kamis, 24 Mei 2012

Mahatinggi Tapi Tidak Mahajauh

Mazmur 18:7
Ketika aku dalam kesesakan, aku berseru kepada Tuhan, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 145; Yohanes 5; 2 Samuel 17-18

Saya memiliki beberapa teman yang tampaknya sulit sekali dihubungi saking padat jadwalnya. Entah apa kesibukannya. Setiap kali saya ada perlu dengannya, jauh-jauh hari harus menghubunginya, karena kalau tidak dipastikan tidak ada waktu tersisa untuk bertemu. Pada umumnya, kalau ada orang yang memiliki kedudukan tinggi dan terhormat, maka akses untuk mendekat kepadanya sulit dan birokrasinya panjang. Misalnya mau menemui atasan puncak atau presiden. Begitu pula gambaran para ‘dewa sakti' di kebanyakan cerita mitos kuno. Manusia yang butuh pertolongannya harus menempuh perjalanan yang panjang dan sulit.

Tapi syukurlah, Allah yang kita percayai, meski hidup dan bertahan di sorga yang Mahamulia, tetapi bagi setiap orang yang mencari dan mengandalkan-Nya, Ia adalah Allah yang cukup dekat dan perduli. Sebuah lagu rohani mengatakan "Ia hanya sejauh DOA". Allah kita tidak rumit untuk dihampiri. Entah dari dasar laut atau dari gunung yang tinggi, bahkan dari lembah bayang-bayang maut (Mazmur 139:7-12).

Lantas mengapa beberapa orang merasa Allah sangat jauh dan sulit didekati? Halangan menghampiri Allah, bukan ‘jarak' antara manusia dengan Allah, melainkan SIKAP HATI. Ia selalu benci kepada orang yang tinggi hati, tapi dekat dan berkenan pada semua orang yang rendah hati, dan tahu merendahkan diri ke hadapan-Nya. Jadi dengan sikap hati benar di hadapan-Nya, maka kita dapat menghampiri-Nya.

Allah kita tidak rumit untuk dihampiri.

Mangkir

Yunus 1:2-3
"Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 139; 2 Korintus 12; 2 Samuel 5-6

Kita yang berkecimpung dalam dunia kerja, mengerti betul apa itu inspeksi mendadak. Biasanya pimpinan melakukan ‘sidak' pada hari pertama kerja setiap habis libur panjang. Mereka ingin memastikan apakah para karyawan yang dipimpinnya mangkir atau masuk kerja pada hari tersebut. Pertanyaannya biasanya kita akan masuk kelompok yang rajin atau yang mangkir di saat-saat itu?

Pengalaman mangkir pernah dilakukan Yunus, ribuan tahun lampau. Ia ditugasi untuk membawa berita pertobatan kepada bangsa Niniwe yang kejahatannya telah sampai ke telinga Tuhan. Alih-alih mentaati perintah Tuhan, Yunus malah memilih ngacir ke Tarsis dan melarikan diri dari tanggung jawab. Dia merasa anugerah Tuhan adalah barang mahal untuk diberikan kepada Niniwe sebagai bangsa kafir di hadapan Allah. Tetapi itu adalah pikirannya, sementara Allah memiliki pikiran lain. Dan karena tindakannya itu, ia menerima sebuah konsekuensi. Ia dibuang dari kapal dan ditelan seekor ikan besar.

Para profesional, bagaimana dengan kita? Apakah di tempat di mana Tuhan mempercayakan kita pekerjaan, apakah kita sudah menunjukkan sikap-sikap terbaik? Jangan sampai kebiasaan mangkir dari tanggung jawab melekat dalam diri kita, supaya konsekuensi yang berat tidak kita alami.

Pilihan saya, tanggung jawab saya akan membentuk masa depan saya.

Rabu, 23 Mei 2012

Ujian Pasca Promosi

Ayub 23:10
Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas.

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 141; Yohanes 1; 2 Samuel 9-10

Sadrakh, Mesakh, Abednego dan Daniel termasuk kalangan orang bijaksana di Babel. Ketika Nebukadnezar hendak memusnahkan semua orang bijaksana, dicatat bahwa mereka berempat berdoa meminta kasih sayang Allah untuk membatalkannya. Akhirnya, melalui Daniel, Allah menyatakan pertolongan-Nya yang kemudian membuat Sadrakh, Mesakh dan Abednego turut mengalami promosi dari raja.

Namun setelah promosi terjadi, kisah berlanjut dengan keluarnya perintah raja supaya semua suku bangsa sujud menyembah pada patung emas buatannya. Memang tidak dituliskan berapa lama waktu antara penyerahan kekuasaan atas Babel kepada mereka bertiga dengan keluarnya perintah yang bertentangan dengan iman mereka. Akan tetapi, berapa lama pun tenggang waktunya, apa yang mereka bertiga alami itu sebenarnya merupakan ujian.

Biasanya sebelum mendapatkan promosi tertentu dalam hidup (dalam hal apapun), kita akan terlebih dahulu diizinkan untuk melewati ujian. Kalau ‘lulus', kita pun ‘naik kelas'. Tapi rupanya, setelah promosi pun kita perlu bersiap untuk ujian lainnya seperti yang dialami Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Ketika mereka diperhadapkan pada titah raja, mereka memiliki pilihan: sujud menyembah dan posisi mereka tetap aman, atau tetap mempertahankan iman mereka dengan resiko bukan hanya kehilangan posisi mereka bahkan juga nyawa.

Puji Tuhan, mereka melewati ujian itu dengan baik sekali sehingga mereka tetap berkenan di hadapan Allah. Mereka malah menikmat promosi lainnya (Daniel 3:30).

Bagaimana dengan kita? Tidak perduli ujian itu mendahului atau datang setelah promosi, mari kuatkan dan teguhkan iman kita untuk melewatinya bersama Tuhan agar perkenanan-Nya senantiasa atas kita!

Tantangan hidup bukan untuk melumpuhkan Anda, tapi untuk menaikkan level Anda.

Selasa, 22 Mei 2012

Cukupkanlah!

Lukas 3:14
Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: "Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?" Jawab Yohanes kepada mereka: "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu."

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 140; 2 Korintus 13; 2 Samuel 7-8

Seorang staf bidang keuangan mempunyai tanggung jawab yang penting bagi suatu perusahaan atau organisasi. Tugas utamanya adalah mengatur agar pemakaian uang terlaksana seefisien mungkin. Penyusunan kebutuhan berdasarkan prioritas dan ketersediaan finansial merupakan faktor yang sangat menentukan. Umumnya yang jadi persoalan serius adalah kebutuhan-kebutuhan yang lebih besar dari kemampuan untuk memenuhinya. Perencana keuangan yang handal tentu akan berusaha menyiasatinya dengan tujuan mencukupkan dengan apa yang tersedia sehingga jangan sampai merugi.

Dari pengalaman sehari-hari kita dapat menemukan bahwa pergumulan tersebut tidak hanya berlaku di tempat kerja saja. Masalah mengatur keuangan juga berlaku dalam konteks rumah tangga maupun pribadi. Sebagian orang mungkin menganggap keuangan pribadi tidak perlu ditangani seprofesional menangani keuangan perusahaan. Benarkah demikian? Alkitab mengatakan "...cukupkanlah dirimu dengan gajimu" (Lukas 3:14) dan "...cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu" (Ibrani 13:15).

Hal ini berlaku bagi yang berpenghasilan tetap maupun tidak tetap. Kita perlu berupaya mencukupkan justru untuk mengatasi kebutuhan yang selalu lebih besar dari pendapatan. Mencukupkan diri bukan hanya sekedar soal hidup irit dan berhemat. Tetapi dorongan untuk berupaya kreatif merencanakan pemakaian uang sesuai dengan kemampuan yang ada. Tujuannya agar kita dapat menikmati segala berkat Tuhan dengan sukacita dan bertanggung jawab. Pada akhirnya mendatangkan ucapan syukur, bukan karena kelebihan, melainkan karena kecukupan.

Mencukupkan diri bukan sekedar hidup berhemat, tapi juga upaya-upaya kreatif dalam merencanakan pemakaian uang.

Kamis, 17 Mei 2012

Pursuit Of Righteousness

2 Timotius 2:22
Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni.

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 137; 2 Korintus 10; 2 Samuel 1-2

Apabila Anda membaca surat kabar maupun menonton televisi, maka berita mengenai pencarian akan kebenaran merupakan salah satu topik yang akan selalu muncul. Tidak sedikit kita melihat bagaimana orang melakukan orasi maupun demonstrasi untuk mencari kebenaran. Keadilan nampaknya telah menjadi suatu hal yang memilukan di tengah negara yang mengaku memiliki supremasi hukum.

Dalam dunia bisnis, kebenaran juga telah menjadi suatu hal yang kerap dipertanyakan, terutama di tengah maraknya korupsi dan ketidakjujuran dalam transaksi usaha. Tidak heran konsep Good Corporate Governance (Sistem Pengelolaan Perusahaan Yang Baik) yang menekankan keterbukaan menjadi hal yang sangat diperlukan, sekalipun kadang hal tersebut masih sebatas slogan belaka.

Terkadang saya merenung bagaimana pada zaman dahulu orang melakukan transaksi bisnis hanya dengan modal kepercayaan, tidak banyak dibuat dokumen kontrak sebagai back up karena setiap orang saling menghargai integritas perkataan mereka. My word is my commitment, kurang lebih demikianlah filosofi dagang para pengusaha Cina perantauan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, maka nampaknya sebagian dari nilai luhur tersebut mulai luntur pula.

Yesus mengatakan bahwa Ia adalah kebenaran. Ketika Paulus menasehati Timotius, saya percaya bahwa ia ingin agar setiap orang mengenal Yesus, sang kebenaran sejati, dan hidup taat di dalam firman kebenaran-Nya. Hal itulah yang harus terus dikejar oleh setiap profesional Kristen hingga kebenaran itu terpancar kepada dunia melalui perkataan, pikiran dan perbuatan kita.

Dapatkah orang lain melihat kebenaran nyata dalam diri kita?

Rabu, 16 Mei 2012

Kasih Dan Resiko

1 Yohanes 4:18
Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 135; 2 Korintus 8; 1 Tawarikh 5-7

Di hadapan saya adalah seorang dengan raut muka yang memperlihatkan usia penuh dengan sukacita dan hikmat. Setelah kami berkenalan, saya mendapati bahwa dia adalah mantan seorang CEO di perusahaan asuransi besar di Afrika Selatan. Pada usia 50 tahun dia meninggalkan posisinya dan merantau ke Asia Tenggara untuk menjadi misionaris dan melakukan pekerjaan Tuhan.

"Mengapa?" tanya saya spontan. Meninggalkan kehidupan yang nyaman dan merantau ke dalam ketidakpastian, aneh kan?

"Allah memanggil saya."

"Bagaimana Anda tahu bahwa itu betul dari Tuhan, bagaimana jika itu salah?"

Dia berusaha menjelaskan bahwa tentu itu melewati pergumulan dan sederetan tanda dan konfirmasi yang dia dapatkan.

"Akan tetapi...," ujarnya pelan dan mantap. "...bahkan sekalipun ternyata saya mendapati itu salah, saya lebih suka untuk mencoba dan pergi, daripada saya hidup di sana karena tidak berani dan menghabiskan hidup saya dalam kegelisahan dan penyesalan. Kalaupun ternyata setelah saya ke sini dan mendapati itu salah, maka dengan rendah hati saya akan mengakuinya dan pulang kembali, tetapi saya tidak menyesal."

Saya tercenung mendengar jawaban itu. Bukan jawaban yang gegabah dan sembarangan yang keluar dari seorang ahli di dunia asuransi. Tetapi jawaban seseorang yang karena cintanya kepada Tuhan begitu menggebu telah memampukan dia mengambil ‘resiko'.

Kasih mengalahkan ketakutan dan membuat kita berani mengambil resiko.

Senin, 14 Mei 2012

Hanya Pengembara

Kejadian 12:1
Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 134; 2 Korintus 7; 1 Tawarikh 3-4

Seorang pengembara dan seorang tuan tanah akan memiliki cara pandang yang berbeda terhadap kehidupan. Katakanlah dalam sebuah perjalanan panjang dan lama, mereka bepergian bersama-sama. Di tengah jalan, keduanya kehilangan jalan dan tersesat. Si pengembara yang terbiasa meninggalkan apapun miliknya di rumah tidak perlu merasa kuatir. Sedangkan si tuan tanah yang terbiasa mengawasi bisnisnya seringkali merasa gelisah, tertekan dan kuatir memikirkan harta kekayaannya.

Ketika Abraham dipanggil untuk pergi ke tempat asing yang tidak diketahui arah tujuannya, dia pergi dengan tenang. Mengapa? Dia memiliki mental pengembara dan ia tahu rumahnya yang sejati dan abadi adalah di sorga sana. Dia juga percaya, seperti yang penulis Ibrani katakan, bahwa Allah telah menyiapkan kota yang abadi baginya.

Abraham, pada saat ia dipanggil, telah hidup nyaman dan kaya di kampung halamannya. Jika dia lebih berpegang pada kenyamanan yang ‘dekat', maka dia tidak dapat melihat pada ‘harta' yang jauh namun pasti. Abraham tahu bahwa rumahnya bukan di dunia, tetapi di kota abadi yang Allah telah rancangkan bagi dia.

Memiliki mental tuan tanah selama hidup di dunia ini akan membawa kita kepada kegelisahan dan banyak kekuatiran yang sia-sia. Pekerjaan dan kantor pun bisa menjadi ‘ruang nyaman' yang mengikat jika kita mempunyai mental ‘tuan tanah'. Seorang pengembara hidup bebas, percaya dan berjalan dengan Allah, serta melayani dan memberi termasuk lewat pekerjaannya karena dia tahu dunia bukan rumahnya. Di sana, di kota abadi, itulah tempat perhentian terakhir dan sejati.

Milikilah mental pengembara yang senantiasa menggantungkan hidupnya sepenuhnya hanya kepada Tuhan.

Rabu, 09 Mei 2012

Allah Mengasihi Hagar

Mazmur 25:16
Berpalinglah kepadaku dan kasihanilah aku, sebab aku sebatang kara dan tertindas.

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 130; 2 Korintus 3; 1 Samuel 26-27

Dengan gaya humornya Sir Winston Churchill mengatakan, I like pigs. Dogs look up to us. Cats look down on us. Pigs treat us as equals. Maksudnya adalah inilah cara pandang dunia. Dunia menempatkan orang-orang dari golongan terpandang, kaum jetset yang hampir memiliki segalanya di tempat-tempat istimewa, cenderung memandang rendah kaum papa yang hanya memiliki diri mereka sendiri. Orang-orang sering lupa bahwa kita harus memadang semua orang sama rata.

Syukurlah, Allah kita berbeda. Ingat cerita Hagar? Ketika ia tertindas dan melarikan diri, siapakah yang mencarinya? Allahlah yang mencari dia. Seringkali dalam pandangan kita, Hagar hanyalah seorang budak yang kemudian melahirkan Ismael dan sebuah agama besar lain. Sosok yang hina, terbuang dan tertindas.

Tetapi inilah rahasia dan kenyataan yang luar biasa. Adalah Allah sendiri yang memperhatikan penderitaan Hagar dan menolongnya ketika ia kehausan dan Ismael hendak mati. Adalah Allah yang bersabda, "Apakah yang engkau susahkan, Hagar? Janganlah takut, sebab Allah telah mendengar suara anak itu dari tempat ia terbaring."

Seringkali kita merasa hina sebagaimana dunia memandang kita. Seringkali kita merasa terbuang sebagaimana otoritas agamawi memandang kita. Tetapi satu hal yang pasti - Allah mengasihi orang-orang yang terbuang. Dunia merendahkan orang yang tertindas, tetapi Allah tetap berbelas kasihan.

Cara pandang Allah dan manusia itu sangat berbeda, sejauh langit dan bumi.

Sahabat Sejati

1 Samuel 19:2-3
Sehingga Yonatan memberitahukan kepada Daud: "Ayahku Saul berikhtiar untuk membunuh engkau; oleh sebab itu, hati-hatilah besok pagi, duduklah di suatu tempat perlindungan dan bersembunyilah di sana. Aku akan keluar dan berdiri di sisi ayahku di padang tempatmu itu. Maka aku akan berbicara dengan ayahku perihalmu; aku akan melihat bagaimana keadaannya, lalu memberitahukannya kepadamu."

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 129; 2 Korintus 2; 1 Samuel 24-25

Tak ada seorang pemimpin pun yang berhasil sendirian. Bahkan Daud membutuhkan Yonatan-nya.

Dalam masa-masa sukar saat ia melarikan diri dari ancaman-ancaman Raja Saul, Daud berpaling kepada sahabatnya untuk mendapatkan kekuatan dan dukungan. Dengan menanggung risiko besar sendiri, Yonatan, sambil mengharapkan dapat menenangkan hati ayahnya dan mendamaikan sang raja dengan sahabatnya, berbicara baik tentang Daud. Dan untuk sementara  waktu Saul mengalah, dengan berjanji bahwa Daud tidak akan mati di tangannya.

Namun kebencian lama Saul kembali lagi, dan Yonatan sekali lagi mempertaruhkan nyawanya untuk menolong sahabat terkasihnya. Yonatan tetap setia kepada sahabatnya sampai akhir hidupnya.

Apakah Anda mempunyai seseorang yang "memperkuat lengan Anda di dalam Allah?" Semua pemimpin membutuhkan sahabat-sahabat setia yang dapat menolong mereka bertahan melalui masa-masa sukar.

Jadilah sahabat yang memperkuat lengan orang lain di dalam Allah.

Sabtu, 05 Mei 2012

Orang-Orang Yang Tidak Biasa

Daniel 6:4
Maka Daniel ini melebihi para pejabat tinggi dan para wakil raja itu, karena ia mempunyai roh yang luar biasa; dan raja bermaksud untuk menempatkannya atas seluruh kerajaannya.

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 125; 1 Korintus 14; 1 Samuel 16-17

Daniel adalah sosok yang luar biasa. Dia bukan hanya setia beribadah kepada Allahnya, tapi juga setia dalam profesinya di lingkungan pemerintahan. Bahkan, rekan-rekan kerjanya sampai tidak bisa mendapati cela dalam pekerjaan Daniel. Kalau kita baca keseluruhan kitab Daniel, saat tampuk kekuasaan beberapa kali silih berganti, nama Daniel masih tercatat sebagai orang yang terpandang, bahkan membuat para raja mengakui dan memuji kebesaran Allahnya.

Kisah ini semakin membukakan tentang betapa pentingnya kita menelaah kembali kompetensi pribadi. Banyak yang masih keliru dalam menjalankan profesi kita. Konsep iman seringkali menjadi alasan untuk malas belajar. Kita lupa bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Doa dan iman tidak sepatutnya dipandang sebagai ‘pengganti' proses belajar dan berusaha. Untuk menjadi marketer yang handal, misalnya, tidak cukup dengan berdoa, tapi akal budi dari Tuhan perlu dimaksimalkan dengan banyak belajar. Daniel pun terus belajar di istana sambil tetap menjaga kesucian hidupnya (Daniel 11).

Cerita Daniel ini kembali mengingatkan untuk tidak berhenti meng-up grade diri supaya kita menjadi kompeten di bidang kita masing-masing. Dengan pertolongan Roh-Nya dan dengan kesetiaan untuk melakukan yang terbaik, semoga muncul lebih banyak profesional teladan Kristen. Mereka yang mampu menyatakan imannya pada dunia, sehingga orang-orang di luar sana dapat mengenal Tuhan kita yang hidup.

Mari kita tidak berhenti meng-up grade kemampuan kita.

Kamis, 03 Mei 2012

Pundi-Pundi Berlubang

Hagai 1:6
Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang!

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 124; 1 Korintus 13; 1 Samuel 14-15

Tak dapat disangkal, apapun yang kita miliki jika tidak dibubuhi berkat Tuhan, tidak akan berarti banyak buat kita. Cucuran keringat yang menghasilkan sesuatu dalam pekerjaan kita, sering tidak bisa dinikmati. Kalaupun bisa dinikmati tidak membuahkan kepuasan. Kita seperti sedang menyimpan harta di pundi-pundi yang berlubang. Hal inilah yang sedang dialami Yehuda semasa Hagai melayani. Ayat di atas menggambarkan kenyataan itu.

Lantas, bagaimana agar kita tidak mengalami hal itu terus-menerus? Langkah pertama yang perlu kita lakukan adalah menyadari bahwa berkat apapun yang kita terima, sumbernya dari Allah. Bukan keringat dan usaha kita semata-mata yang mengalirkan pendapatan itu. Pekerjaan dan usaha kita hanya sarana yang dipakai Tuhan untuk memenuhi kebutuhan. Artinya kita harus tetap mengingat untuk mengembalikan apa yang harus kita persembahkan kepada Tuhan.

Berikutnya, kita juga harus mengingat bahwa ada orang-orang lain di sekitar kita yang bergumul untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup. Pekalah dengan kondisi itu dan selalu siap sedia untuk menjadi kepanjangan tangan Tuhan dengan membantu mereka.

Yang terakhir, milikilah kebijaksanaan Allah untuk mengelola berkat-Nya secara bertanggung jawab. Kita harus bisa menabung setelah ‘membayar' kepada Allah dan sesama. Kiranya menjadi inspirasi Anda, dan pundi-pundi Anda tak berlubang lagi.

Mintalah hikmat kepada Allah untuk mengelola semua berkat kita.

Rabu, 02 Mei 2012

Meninggalkan Warisan

Amsal 13:22
Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya, tetapi kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar.

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 123; 1 Korintus 12; 1 Samuel 12-13

Kata warisan sering dikaitkan dengan rumah di kawasan elit, simpanan berlimpah di bank atau saham-saham papan atas dilimpahkan bagi generasi selanjutnya. Alkitab sendiri mengajarkan meninggalkan warisan dalam bentuk uang bagi anak-anak itu layak dihargai dan dipuji. Kitab Amsal mencatat seorang ayah yang baik meninggalkan warisan bagi anak-anaknya agar dapat menjamin masa depan mereka. Tetapi warisan bisa jadi berantakan jika si penerimanya belum dewasa untuk mengurusnya. Jadi warisan seringkali ditentukan oleh karakter pengelolanya.

Yesus berkata hidup kita tidak tergantung kepada harta benda. Ada suatu warisan yang tidak dapat dibeli oleh uang, tidak kena pajak dan tidak dapat diambil alih. Warisan jenis ini memperkaya si penerima, membentuk karakter dan mempengaruhi hidupnya. Warisan ini adalah warisan rohani, benar-benar warisan yang layak untuk ditinggalkan.

Edith Schaeffer dalam bukunya "What is a Family?" menyatakan bahwa keluarga adalah tempat menurunkan warisan itu. Ulangan 6:7 menunjukkan keluarga sebagai sebuah fasilitas built-in untuk membangun warisan rohani bagi anak-Nya. Tapi konteksnya dapat diperluas, warisan rohani dapat diturunkan kepada siapapun - bawahan, rekan-rekan di tempat kerja atau anak-anak rohani yang sedang kita bimbing.

Tuhan telah melengkapi kita dengan Roh Kudus dan akal budi untuk mengenal lebih dulu konsep warisan, untuk kemudian mewariskanya dengan paradigma yang tepat. Jadi apakah kita sudah mulai dapat memikirkan warisan apa saja yang akan diturunkan pada generasi selanjutnya?

Warisan yang layak ditinggalkan adalah warisan rohani yang abadi dan tak ternilai.

Selasa, 01 Mei 2012

Semut Gurun

Amsal 2:6
Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian.

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 122; 1 Korintus 11; 1 Samuel 10-11

Sebagian besar makhluk hidup mustahil hidup dengan suhu tinggi, termasuk manusia. Tetapi beberapa semut dapat tinggal di gurun pasir membara dengan suhu menyengat 650C. Semut jenis ini dikenal sebagai semut gurun. Mereka berwarna hitam, berukuran sedang dan berkaki panjang. Semut ini mencari makanan sekitar enam hari jauhnya dari sarang kadang tanpa dimangsa hewan apapun. Hebatnya, kemudian mereka membawa pulang makanan yang beratnya 15-20 kali lipat berat mereka sendiri.

Bagaimana semut bertahan di gurun yang terik? Karena mereka tidak lantas mengukur suhu dengan thermometer sebelum keluar dari sarang. Kita dapat berkata bahwa mereka tercipta dan dilengkapi dengan kemampuan khusus untuk hidup di gurun. Saat mereka berada di luar dan suhu sangat tinggi, secara alamiah mereka mendaki benda misalnya tumbuhan gurun dan berdiam di situ sementara waktu untuk mendinginkan suhu tubuhnya. Jika tidak dapat menemukan tempat teduh dengan cepat, semut akan mati kepanasan.

Lantas apa arti semua ini? Allahlah sang Penciptanya yang telah memberikan pengetahuan ini kepada semut dan melengkapi mereka dengan pengetahuan tentang cara melindungi diri. Semut yang tidak secerdas gorila misalnya, dapat memperlihatkan cara bertahan hidup di lingkungan yang sarat tantangan dengan cerdas. Hal ini tak terbayangkan oleh manusia, yang hanya bisa terpikirkan oleh Allah.

Semut seperti hewan lainnya, hanya bertindak menurut cara Allah. Kecerdasan yang ditampilkan sebenarnya adalah cerminan dari betapa luar biasanya Penciptanya. Ia-lah yang menjadikan seekor semut mampu melakukan hal-hal di luar kapasitasnya. Begitulah Dia memperlihatkan keberadaan-Nya dan kecerdasan-Nya dalam segala ciptaan-Nya.

Allah menampilkan kecerdasan dan kuasa-Nya lewat setiap ciptaan-Nya.

Arsip Renungan

Artikel Renungan favorit pembaca