-

Jumat, 06 November 2009

HINA MENJADI MULIA

“..apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti,” 1 Korintus 1:28.

Dalam setiap kehidupan manusia selalu ada kekurangan dan kelebihan. Saat seseorang mulai membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih kaya atau memiliki kedudukan yang tinggi, ia akan merasa rendah diri (minder). Padahal kalau kita renungkan, kesuksesan tidak hanya diukur dari banyaknya harta atau pangkat yang kita raih dalam karier. Ada orang yang berlimpah harta tetapi hidupnya tidak pernah ada damai, selalu ada pertengkaran antara suami, istri dan juga anak atau kesehatannya terganggu (sakit-sakitan) . Seseorang bisa dikatakan sukses apabila orang tersebut mampu melewati setiap tantangan dan berhasil menjadi pemenangnya. Memang ini tidak sernudah membalik telapak tangan, butuh usaha dan kerja keras.

Kemiskinan, kelemahan fisik (cacat tubuh), tingkat pendidikan yang rendah, bukanlah penghambat meraih sebuah kata: sukses, asalkan orang tersebut mempunyai tekad yang tinggi dan tahu kepada siapa Ia harus percaya dan berharap. Tertulis demikian, “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kening, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.” (Yeremia 17:7-8). Sia-sialah berharap dan mengandalkan apa yang kita miliki karena tanpa penyertaan Tuhan kita akan jatuh. Tetapi saat kita menyerahkan seluruh kehidupan kita ke dalam tangan-Nya, maka yang hina dan dianggap rendah dunia justru akan Tuhan pakai untuk menyatakan kebesaran-Nya.

Dalam keadaan apa pun jangan pernah merasa malu menjadi anak Tuhan karena status kita yang mungkin dipandang sebelah mata oleh dunia; sesungguhnya kita berharga di mata-Nya. Tuhan sendiri berkata, “....engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau,...” (Yesaya 43:4). Terkadang Tuhan ijinkan kita harus mengalami proses yang menyakitkan hingga pada saatnya kita akan muncul sebagai mutiara iman yang menjadi kesaksian bagi dunia ini.

1 komentar:

Arsip Renungan

Artikel Renungan favorit pembaca